Motivasi Organisasi
Motivasi
Organisasi
Motivasi
dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan
tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik
yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun
dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa
kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas
perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam
kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya
tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama
dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang.
Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa
untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator,
diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada
kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan
kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat
aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat
kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang
dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Teori
Motivasi
·
Teori Abraham Maslow (Teori
Kebutuhan)
Menurut Abraham Maslow, manusia
memiliki lima tingkat kebutuhan hidup yang akan selalu berusaha untuk dipenuhi
sepanjang masa hidupnya. Lima tingkatan yang dapat membedakan setiap manusia
dari sisi kesejahteraan hidupnya, teori yang telah resmi di akui dalam dunia
psikologi.
Kebutuhan tersebut berjenjang
dari yang paling mendesak hingga yang akan muncul dengan sendirinya saat
kebutuhan sebelumnya telah dipenuhi. Setiap orang pasti akan melalui
tingkatan-tingkatan itu, dan dengan serius berusaha untuk memenuhinya, namun
hanya sedikit yang mampu mencapai tingkatan tertinggi dari piramida ini.
Lima tingkat kebutuhan dasar
menurut teori Maslow adalah sebagai berikut (disusun dari yang paling rendah) :
1. Kebutuhan Fisiologis
Contohnya adalah : Sandang /
pakaian, pangan / makanan, papan / rumah, dan kebutuhan biologis seperti buang
air besar, buang air kecil, bernafas, dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan Keamanan dan
Keselamatan
Contoh seperti : Bebas dari
penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari teror, dan semacamnya.
3. Kebutuhan Sosial
Misalnya adalah : Memiliki teman,
memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lain-lain.
4. Kebutuhan Penghargaan
Dalam kategori ini dibagi menjadi
dua jenis, Eksternal dan Internal.
– Sub kategori eksternal meliputi
: Pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.
– Sedangkan sub kategori internal
sudah lebih tinggi dari eskternal, pribadi tingkat ini tidak memerlukan pujian
atau penghargaan dari orang lain untuk merasakan kepuasan dalam hidupnya.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Tingkatan terakhir dari kebutuhan
dasar Maslow adalah aktualisasi diri. Kebutuhan aktualisasi diri adalah
kebutuhan yang tidak melibatkan keseimbangan, tetapi melibatkan keinginan yang
terus menerus untuk memenuhi potensi. Maslow melukiskan kebutuhan ini sebagai
hasrat untuk semakin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa
saja menurut kemampuannya. Awalnya Maslow berasumsi bahwa kebutuhan untuk
aktualisasi diri langsung muncul setelah kebutuhan untuk dihargai terpenuhi. Akan
tetapi selama tahun 1960-an, ia menyadari bahwa banyak anak muda di Brandeis
memiliki pemenuhan yang cukup terhadap kebutuhan-kebutuhan lebih rendah seperti
reputasi dan harga diri, tetapi mereka belum juga bisa mencapai aktualisasi
diri.
·
Teori Mc.Clelland (Teori
Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang
teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang
menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan
seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan
kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu
tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi
obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat
mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi
kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri
sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan
kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik
orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu :
1.Need For achievment.
Ada beberapa orang yang memiliki
dorongan yang kuat untuk berhasil. Mereka lebih mengejar prestasi pribadi
daripada imbalan terhadap keberhasilan. Mereka bergairah untuk melakukan
sesuatu lebih baik dan lebih efisien jika dibandingkan dengan hasil sebelumnya.
Ciri-ciri :
Ø Berusaha melakukan sesuatu
dengan cara-cara baru dan kreatif.
Ø Mencari feedback tentang
perbuatannya.
Ø Memilih resiko yang sedang di
dalam perbuatannya.
Ø Mengambil tanggung jawab
pribadi atas perbuatannya.
2. Need for affiliation.
Kebutuhan akan kehangatan dan
sokongan dalam kehidupannya atau hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini
akan mengarahkan tingkah laku individu untuk melekukan hubungan yang akrab
dengan orang lain. Orang-orang dengan need affiliation yang tinggi ialah orang
yang berusaha mendapatkan persahabatan.
Ciri-ciri :
Ø Lebih memperhatikan segi
hubungan pribadi yang ada dalam pekerjaannya daripada segi tugas-tugas yang ada
dalam pekerjaan tersebut.
Ø Melakukan pekerjaannya lebih
efektif apbila bekerjasama dengan orang lain dalam suasana yang lebih
kooperatif.
Ø Mencari persetujuan atau
kesepakatan dari orang lain.
Ø Lebih suka dengan orang lain
daripada sendirian.
Ø Selalu berusaha menghindari
konflik.
3. Need for power.
Adanya keinginan yang kuat untuk
mengendalikan orang lain, intuk mempengaruhi orang lain dan untuk memiliki
dampak terhadap orang lain.
Ciri-ciri :
Ø Menyukai pekerjaan dimana
mereka menjadi pimpinan.
Ø Sangat aktif dalam menentukan
arah kegiatan dari sebuah organisasi dimanapun dia berada.
Ø Mengumpulkan barang-barang atau
menjadi anggota suatu perkumpulan yang dapat mencerminkan prestise.
Ø Sangat peka terhadap struktur
pengaruh antar pribadi dari kelompok atau organisasi.
·
Teori Douglas McGregor (Teori X
dan Y)
Menurut McGregor organisasi
tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan,
terumuskan dalam dua model yang dia namakan Theori X dan Theori Y. Teori X
menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka diperintah, dan
tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas
segalanya. Teori ini juga menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk
pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil
untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan
hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam
serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
Lebih lanjut menurut asumís teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini
pada hakekatnya adalah:
1.Tidak menyukai bekerja
2.Tidak menyukai kemauan dan
ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai diarahkan atau diperintah
3.Mempunyai kemampuan yang kecil
untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah organisasi.
4.Hanya membutuhkan motivasi
fisiologis dan keamanan saja.
5.Harus diawasi secara ketat dan
sering dipaksa untuk mencapai tujuan organisasi.
Untuk menyadari kelemahan dari
asumí teori X itu maka McGregor memberikan alternatif teori lain yang dinamakan
teori Y. asumís teori Y ini menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak
malas dan dapat dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh teori X. Teori ini
memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan
sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara
ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja
sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi,
kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan
kerja. Pekerja juga tidak harus mengarahkan segala potensi diri yang dimiliki
dalam bekerja. Secara keseluruhan asumsi teori Y mengenai manusia adalah
sebagai berikut:
1.Pekerjaan itu pada hakekatnya
seperti bermain dapat memberikan kepuasan Kepada orang. Keduanya bekerja dan
bermain merupakan aktiva-aktiva fisik dan mental. Sehingga di antara keduanya
tidak ada perbedaan, jika keadaan sama-sama menyenangkan.
2.Manusia dapat mengawasi diri
sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan
organisasi.
3.Kemampuan untuk berkreativitas
di dalam memecahkan persoalan-persoalan organisasi secara luas didistribusikan
kepada seluruh karyawan.
4.Motivasi tidak saja berlaku
pada kebutuhan-kebutuhan social, penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga
pada tingkat kebutuhan-kebutuhan fisiologi dan keamanan.
5.Orang-orang dapat mengendalikan
diri dan kreatif dalam bekerja jika dimotivasi secara tepat.
Dengan memahami asumsi dasar
teori Y ini, Mc Gregor menyatakan selanjutnya bahwa merupakan tugas yang
penting bagi menajemen untuk melepaskan tali pengendali dengan memberikan
kesempatan mengembangkan potensi yang ada pada masing-masing individu. Motivasi
yang sesuai bagi orang-orang untuk mencapai tujuannya sendiri sebaik mungkin,
dengan memberikan pengarahan usaha-usaha mereka untuk mencapai tujuan
organisasi.
·
Teori Herzberg
Menurut Herzberg (1966), ada dua
jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan
menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktorhigiene
(faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor higiene
memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya
adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya
(faktor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk
berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah achievement,
pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb (faktor intrinsik).
·
Teori Vroom
Teori dari Vroom (1964) tentang
cognitive theory of motivation menjelaskan mengapa seseorang tidak akan
melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat melakukannya, sekalipun hasil
dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Menurut Vroom, tinggi rendahnya
motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:
• Ekspektasi (harapan)
keberhasilan pada suatu tugas
• Instrumentalis, yaitu penilaian
tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam melakukan suatu tugas
(keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome tertentu).
• Valensi, yaitu respon terhadap
outcome seperti perasaan posistif, netral, atau negatif.Motivasi tinggi jika
usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapanMotivasi rendah jika usahanya
menghasilkan kurang dari yang diharapkan
Sumber:
0 comments